Senin, 22 April 2013

Susahnya Menjadi Seorang Dosen

Sudah 4 kali masuk ke kelas KPST EL-36-01 dan EL-36-02, sebagai asisten, kali ini saya mendapatkan banyak pelajaran. Mengajar itu bukanlah sesuatu hal yang mudah. Menjadi dosen, tidaklah mudah. Saya semakin terenyuh, jika melihat dosen – dosen saya yang sudah susah payah mengajar dengan segala ilmu yang dimilikinya, namun para mahasiswanya tidak menghiraukan (*termasuk salah satunya saya #eh?)
Bagi sebagian orang, mungkin menganggap bahwa mengajar itu mudah. Cuma masuk, beri materi, selesai pulang. Namun apakah semudah itu? Menurut pengalaman saya yang (hanya) mengajar karena saya asisten saja, menyampaikan suatu materi sehingga semua anak di kelas memperhatikan adalah sesuatu yang jauh dari arti kata mudah. Membuat mahasiswa yang diberi mata kuliah agar termotivasi dalam belajar pun, juga tidak mudah. Saya tidak mengerti, seharusnya yang mengatakan”mudah” itu, langsung membuktikan perkataannya dengan langsung mengajar di depan kelas, tidak hanya sekedar omong kosong belaka.
Akhir – akhir ini banyak sekali yang membuka artikel saya tentang Syarat (Wajib) Menjadi Seorang Dosen yang ada di sini. Artikel itu sebenarnya hanyalah sebuah ungkapan, betapa bosannya mahasiswa yang mendengar dosen yang ternyata hanya mengajar untuk dirinya sendiri. Syarat – syarat seperti harus lulus S1, IPK minimal blah blah blah dan lain sebagainya, sebenarnya menurut saya hanya persyaratan agar CV dapat terbaca. Akan tetapi, syarat yang sebenar – benarnya, apakah seorang calon dosen pernah mencoba mencarinya?
Menurut pendapat saya, tidak semua orang pintar di ilmu pengetahuan bisa jadi dosen. Tidak semua orang yang pintar ngomong pun bisa jadi dosen. Dosen, menurut saya, adalah seseorang yang (seharusnya) memang sangat spesial. Ada orang yang ingin jadi dosen karena ingin jadi pegawai negeri dengan pendapatan yang tetap. Ada juga yang ingin menjadi dosen karena tidak suka waktunya diatur – atur oleh perusahaan, namun suka mengatur waktu kuliah sesukanya sendiri sehingga mahasiswa yang menyesuaikan. Ada juga yang beralasan karena sudah terlanjur kuliah di jurusan pendidikan sehingga harus menjadi tenaga pendidik. Tapi, pada hakekatnya, apakah itu tujuan menjadi seorang dosen?
Semua orang tahu, dosen itu pada dasarnya adalah tenaga pendidik. Jadi intinya harus mendidik. Tapi mendidik yang seperti apa?
1. Seorang dosen harus tepat waktu. Jika selalu bermulut lebar dengan mengagung – agungkan negara – negara maju karena ketepatan waktunya, mengapa tidak berusaha dari diri sendiri untuk tepat waktu dan mulai mengubah lingkungan sekitar untuk bisa menjadi semaju negara – negara maju itu?
2. Seorang dosen harus menghargai pendapat mahasiswanya dan menerima kenyataan akan ilmu – ilmu yang baru. Ilmu itu semakin berkembang. Tidak ada ilmu yang hanya stak di situ – situ saja. Jikalau ada mahasiswa yang ternyata memiliki ilmu yang lebih dan ternyata dapat mengimplementasikan ilmu tersebut dalam karya yang nyata, mengapa tidak berusaha untuk menghargainya? Mengapa harus malu dengan menjelek – jelekannya dengan cara debat kusir yang tidak berujung? Banyak juga dosen – dosen saya yang sangat menghargai kemampuan mahasiswanya dan memberikan apresiasi yang tinggi. Akan tetapi, tidak sedikit juga yang ternyata hanya menjelek – jelekan dan tidak mengapresiasi kemampuan luar biasa yang dimiliki mahasiswanya. Sebagai seorang dosen yang baik dan terpelajar, seharusnya dosen lebih tahu yang mana sebenarnya sikap yang lebih benar, menghargai atau malah menganggap mahasiswa tersebut adalah butiran debu?
3. Seorang dosen harus bisa menyampaikan mata kuliah yang diajarkan dengan baik. Jika dosen itu hanya melihat ke papan sambil berbicara lirih, sehingga para mahasiswa yang duduk hanya terbengong – bengong, tak mengerti apa yang disampaikan, lalu buat apa mengajar? Beri saja mereka tugas biar mereka belajar sendiri jika begitu caranya (gitu saja kok harus repot – repot mengajar, eh?)
4. Seorang dosen harus memberikan penilaian yang objektif. Saya pernah memiliki dosen yang hanya memberikan janji bahwa jika kelompok saya bisa mengerjakan tugas – tugas yang diberikan, maka kelompok saya dapat nilai A. Bahkan ternyata seluruh anak di kelas dapat mengerjakan tugas itu, seharusnya kami semua dapat nilai, bukan? Namun pada akhirnya, dosen itu berkata ” Saya akan melihat nilai UAS kalian. Jika ternyata kalian bisa mengerjakannya, maka nilai tugas kalian akan bagus, sehingga kalian dapat nilai A sesuai apa yang kalian inginkan.” Jika ditelusuri lebih jauh, mengapa nilai UAS yang dijadikan patokan dari nilai tugas? Bahkan nilai UAS sebenarnya tidak dapat berbicara siapa orang yang benar – benar mengerjakan tugas tersebut dalam suatu kelompok. Teman saya yang ternyata hanya berleha – leha saja, malah mendapatkan nilai yang bagus. Lalu dimana letak keadilan? Lagipula dosen tersebut jika tidak dapat memenuhi janjinya, maka lebih baik tidak usah memberikan janji. Seorang pria sejati dan sebagai seorang dosen, bagaimana mungkin mengingkari janji yang diucapkannya sendiri?
5. Seorang dosen harus dapat memotivasi mahasiswanya. Mungkin terdengar sepele, namun ternyata sebuah motivasi saja di setiap pertemuan, dapat membuat seorang mahasiswa semangat belajar, bahkan berusaha untuk menjadi orang yang sukses. Saya memiliki seorang dosen yang sangat begitu saya hormati, yang selalu  dan selalu memberikan motivasi untuk belajar lebih giat dan selalu mengingatkan bahwa orang sukses itu harus bekerja dan belajar keras di setiap pertemuan. Paling tidak, saya termotivasi untuk sukses pada mata kuliah yang bapak tersebut ajari, daripada dosen – dosen lain yang bahkan setelah selesai mengajar, hanya berlalu begitu saja.
6. Seorang dosen harus bersabar, bahkan harus sangat bersabar. Tidak semua mahasiswa mempunyai kemampuan belajar yang sangat cepat, sehingga seorang dosen yang tahu bahwa mahasiswanya belum mengerti, seharusnya tetap mengulang – ulang pelajaran tersebut, dengan contoh memberikan responsi, sehingga tujuan untuk mendidik mahasiswa dapat terlaksana. Bukannya malah berpandangan bahwa “Mengerti, tidak mengerti itu urusan anda. Yang penting urusan mengajar saya sudah beres.”
7. Seorang dosen merupakan orang pertama yang menjadi panutan di kampus tentang behaviournya. Bagaimana mungkin seorang mahasiswa akan menghormati dosen tersebut jika dosen tersebut ternyata tidak dapat menjadi panutan yang baik?
8. Seorang dosen harus membedakan urusan pribadi dengan urusan pendidikan. Jangan sampai urusan pribadi merusak performa ketika mengajar di kelas, sehingga yang seharusnya anda mengajar, malah tidak mengajar. Orang – orang menyebutnya dengan sikap “profesionalisme”. Mahasiswa tidak mau tahu urusan pribadi anda, begitu pula anda, ketika mahasiswa tersebut menyebutkan alasan pribadinya ketika anda mengusirnya masuk ke dalam kelas karena mahasiswa tersebut telat (misalnya).
Menjadi seorang dosen itu menurut saya: BERAT. Banyak orang berkata, “Lho kan enak jadi dosen, calon penghuni surga karena menjadi seorang pahlawan tanpa tanda jasa”. Saya hanya tertawa. Tertawa dan tertawa jika ada orang yang berniat menjadi dosen karena pernyataan di atas. Tidakkah pernah terpikir bagi anda kalau dosa menjadi seorang dosen juga sama banyaknya dengan pahala yang (mungkin) anda dapatkan karena mengajar? Dosa? Dosa darimana? Dosa jika anda tidak dapat menjadi dosen yang baik, tidak dapat “mendidik” dengan baik, menjadi bahan gunjingan di antara mahasiswa – mahasiswa anda, menjadi dosen yang tidak dapat menilai secara objektif sehingga mahasiswa yang seharusnya lulus, malah tidak lulus (bukankah itu sama dengan menghancurkan masa depannya?), menjadi dosen yang hanya mengajar ketika perasaan sedang gembira, sedangkan jika tidak, anda mengatakan “Sorry, class is dismissed”, menjadi dosen yang tidak menghargai ilmu mahasiswa yang ternyata lebih pintar dari dirinya, menjadi dosen yang tidak tepat waktu sehingga pelajaran tidak terdistribusi secara penuh, dan blah blah blah lainnya yang seharusnya (kepada anda, calon dosen, atau para dosen) yang seharusnya lebih tahu daripada saya yang hanya asisten yang baru “nyemplung” dan mencoba untuk mengajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar